Subjek Hukum (Subjectum Juris)

Setiap manusia baik warga negara maupun orang asing dengan tidak memandang agama atau kebudayaannya adalah subyek hukum. Manusia sebagai pembawa hak (subyek), mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan tindakan hukum, seperti melakukan perjanjian, malangsungkan perkawinan, membuat wasiat, dan lain-lain. Oleh karena itu, manusia oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban sebagai subyek hukum.



Setiap manusia baik warga negara maupun orang asing dengan tidak memandang agama atau kebudayaannya adalah subyek hukum. Manusia sebagai pembawa hak (subyek), mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan tindakan hukum, seperti melakukan perjanjian, malangsungkan perkawinan, membuat wasiat, dan lain-lain. Oleh karena itu, manusia oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban sebagai subyek hukum.
Menurut R. Soeroso subjek hukum adalah :

sesuatu yang menurut hukum berhak/berwenang untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap untuk bertindak dalam hukum;
sesuatu pendukung hak yang menurut hukum berwenang/berkuasa bertindak menjadi pendukung hak (rechtbevoegd heid);
segala sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban.
Subjek hukum dapat dibedakan atas dua macam apabila dilihat dari segi hakikatnya, yaitu :

Manusia/orang (natuurlijke persoon)
Badan hukum (rechts persoon)

Manusia Sebagai Subyek Hukum (Natuurlijke Persoon)Manusia sebagai subjek hukum sejak saat dia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia, bahkan seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya dapat dianggap sebagai pembawa hak (dianggap telah lahir), apabila kepentingannya memerlukannya (untuk menjadi ahli waris).
Hal ini telah disebutkan dalam Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yang berbunyi: anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya. Mati sewaktu melahirkannya, dianggaplah ia tidak pernah telah ada.
Manusia sebagai subyek hukum mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan hukum apabila manusia itu telah dewasa serta sehat rohaninya/jiwanya, dan tidak ditaruh di bawah pengampuan. Dengan demikian, manusia yang wenang hukum belum tentu cackap hukum karena manusia dewasa memiliki hak untuk melakukan tindakan hukum, tetapi dalam keadaan tertentu ia tidak cakap melakukan tindakan hukum.
Oleh karena itu, seorang manusia dianggap cakap hukum harus memenuhi dua kriteria, yaitu dewasa, sehat rohani/jiwanya, tidak di bawah pengampuan. Ada beberapa golongan manusia yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan hukum dan harus diwakili oleh orang lain (orang tua/wali), yaitu :

manusia yang masih di bawah umur (belum dewasa)
manusia yang tidak sehat pikirannya (gila), pemabuk, pemboros, yakni mereka yang ditaruh di bawah curatele (pengampuan)
seorang perempuan dalam perkawinan (wanita kawin) yang tunduk kepada Kitab Undang-undang hukum perdata (KUH Perdata)
Ukuran dewasanya seorang manusia itu berbeda-beda kriterianya menurut hukum/undang-undang yang mengaturnya, misalnya :

Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), bahwa dewasanya seorang pria adalah setelah ia berumur 18 tahun, dan dewasanya untuk seorang wanita adalah setelah ia berumur 15 tahun (pasal 29 KUH Perdata)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, bahwa dewasanya seorang pria adalah setelah ia berumur 19 tahun, dan dewasanya seorang wanita adalah setelah ia berumur 16 tahun (pasal 7 ayat (1))
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), bahwa dewasanya seorang pria dan wanita apabila ia telah berumur 16 tahun (Pasal 45).
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPD, bahwa dewasanya warga negara (pria dan wanita) setelah ia berumur 17 tahun atau sudah Kawin (pasal 19)
Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia dikatakan bahwa dewasanya seseorang apabila ia telah berumur 21 tahun (Pasal 5 ayat (2) huruf a)

Badan hukum Sebagai Subyek Hukum (rechts persoon)Selain manusia pribadi sebagai subyek hukum, terdapat juga badan hukum. Badan hukum (recht persoon) adalah perkumpulan-perkumpulan yang dapat menanggung hak dan kewajiban yang bukan manusia. Badan hukum sebagai pembawa hak dan kewajiban yang tidak berjiwa dapat sebagai pembawa hak manusia, seperti dapat melakukan persetujuan, memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya.
Untuk keikutsertaannya dalam pergaulan hukum maka suatu badan hukum harus mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum, yaitu :

memiliki kekayaan terpisah dari kekayaan anggota-anggotanya;
hak/kewajiban badan hukum terpisah dari hak/kewajiban anggota
Badan hukum adalah suatu perkumpulan manusia pribadi mungkin juga sebagai kumpulan dari badan hukum yang pengaturannya sesuai dengan hukum yang berlaku, seperti :

Perseroan Terbatas (PT) telah diatur dalam Buku 1 bagian ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Koperasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992.
Yayasan, pengaturannya sesuai kebiasaan yang dibuat aktanya di Notaris
Bank Pemerintah, sesuai dengan undang-undang yang mengatur pendiriannya
Organisasi partai politik diatur dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik
Pemerintah Daerah, dan Kecamatan diatur dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004
Negara Republik Indonesia diatur dengan Undang-Undang Dasar 1945
Badan hukum ini kalau dilihat dari bentuknya, menurut CST. Kansil terdiri atas :

Badan hukum publik, yaitu negara, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Desa dan sebagainya
Badan hukum perdata, yang dapat dibagi lagi dalam :

badan hukum perdata Eropa, seperti perseroan terbatas, yayasan, lembaga, koperasi, gereja;
badan hukum Indonesia, seperti gereja Indonesia, Masjid, Wakaf, Koperasi Indonesia dan sebagainya.
Badan hukum publik (public recht persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik yang menyangkut kepentingan publik (orang banyak) atau negara pada umumnya. Badan hukum ini merupakan badan-badan hukum negara yang mempunyai kekuasaan wilayah atau lembaga yang dibentuk oleh yang berkuasa, berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan eksekutif, pemerintah, atau badan pengurus yang diberi tugas untuk itu.
Badan hukum privat/perdata atau sipil adalah badan hukum yang diberikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan pribadi di dalam badan hukum itu. Badan hukum itu merupakan badan hukum swasta yang didirikan oleh pribadi orang untuk tujuan tertentu, yakni mencari keuntungan, sosial pendidikan, ilmu pengetahuan, politik budaya, kesenian, olah raga, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah.
Dasar pembenar bahwa badan hukum sebagai subyek hukum, mempunyai hak dan kewajiban tercermin dari teori-teori dasar yuridis badan hukum yang terkenal, yaitu :

Teori Fiksi (F.C. Von Savigny, C.W. Opzoomer, dan Houwing)
Teori kekayaan tujuan (A. Brinz dan Ejj Vander Heyden)
Teori organ atau teori peralatan atau kenyataan (Otto von Gierke)
Teori milik kolektif atau popriette collectief (W.L.P.A. Molengraaf dan Marcel Planiol)
Teori Duguit
Teori Eggens
Menurut teori fiksi, bahwa badan hukum dianggap buatan negara, sebenarnya badan hukum itu tidak ada, hanya orang menghidupkan bayangannya untuk menerangkan sesuatu dan terjadi karena manusia yang membuat berdasarkan hukum. Teori kekayaan tujuan menyatakan bahwa kekayaan badan hukum itu bukan kekayaan seseorang, tetapi kekayaan itu terikat pada tujuannya. Tiap hak tidak ditentukan oleh suatu subyek, tetapi ditentukan oleh suatu tujuan. Dalam teori ini, A. Brinz hanya dapat menerangkan dasar yuridis dari yayasan.
Teori organ/teori peralatan atau kenyataan menyatakan bahwa badan hukum adalah sesuatu yang sungguh-sungguh ada di dalam pergaulan yang mewujudkan kehendaknya dengan perantaraan alat (organ) yang ada padanya (pengurusnya). Menurut teori milik kolektif, bahwa badan hukum ialah harta yang tidak dapat dibagi-bagi dari anggota secara bersama-sama. Hak atau kewajiban badan hukum pada hakikatnya dalam hak atau kewajiban para anggota bersama-sama, karena badan hukum hanya konstruksi yuridis, jadi pada hakikatnya abstrak.
Selanjutnya Duguit menyatakan, bahwa sesuai dengan ajarannya tentang fungsi sosial, dalam teori ini Duguit tidak mengakui adanya badan hukum sebagai subyek hukum, tetapi hanya fungsi-fungsi sosial yang harus dilaksanakan. Manusia sajalah yang sebagai subyek hukum, lain dari manusia tidak ada subyek hukum. Sedangkan teori Eggens menyatakan bahwa badan hukum adalah suatu hulpfiguur, karena adanya diperlukan dan dibolehkan hukum, demi untuk menjalankan hak-hak dengan sewajarnya (behoorlijk)

Fabian SSK

“The quality, not the longevity, of one’s life is what is important.” – Martin Luther King Jr.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
Your Ads Here

Your Ads Here

Your Ads Here

Formulir Kontak