Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman prilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subyek.
Ilustrasi Hukum Pidana
Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan-keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan.[1]
Penegakan hukum pidana adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang kedilan dalam hukum pidana dalam kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan hukum dalam kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan hukum dalam setiap hubungan hukum.[2]
Menurut Andi Hamzah, istilah penegakan hukum sering disalah artikan seakan-akan hanya bergerak di bidang hukum pidana atau di bidang represif. Istilah penegakan hukum disini meliputi baik yang represif maupun yang preventif. Jadi kurang lebih maknanya sama dengan istilah Belanda rechtshanhaving. Berbeda dengan istilah law enforcement, yang sekarang diberi makna represif, sedangkan yang preventif berupa pemberian informasi, persuasive, dan petunjuk disebut law compliance, yang berarti pemenuhan dan penataan hukum. Oleh karena itu lebih tepat jika dipakai istilah penanganan hukum atau pengendalian hukum.[3]
Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi kenyataan. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, secara konsepsional, maka inti dari arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang dijabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.[4]
Penegakan hukum pidana terdiri dari dua tahap inti yaitu:
1) Penegakan Hukum Pidana In Abstracto
Penegakan hukum pidana in abstracto merupakan tahap pembuatan/perumusan (Tahap Formulasi) sudah berakhir saat diundangkannya suatu peraturan perundang-undangan. Tahap legislasi/formulasi dilanjutkan ke tahap aplikasi dan tahap eksekusi. Dalam ketentuan perundang-undangan itu harus diketahui tiga masalah pokok hukum pidana yang berupa, yaitu:
a) Tindak pidana (strafbaar feit/criminal act/actus reus)
b) Kesalahan (schuld/guit/mens rea)
c) Pidana (straf/punishment/poena)
Penegakan Hukum Pidana (PHP) merupakan bagian (sub-sistem) dari keseluruhan sistem/kebijakan penegakan hukum nasional, yang pada dasarnya juga merupakan bagian dari sistem/kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan hukum pidana (penal policy), baik dalam arti PHP in abstracto dan in concreto, merupakan bagian dari keseluruhan kebijakan sistem (penegakan) hukum nasional dan merupakan bagian dari upaya menunjang kebijakan pembangunan nasional (national development policy).
Sistem Penegakan Hukum Pidana (SPHP) yang integral perlu dilihat secara in abstracto (law making and law reform) karena PHP in abstracto (pembuatan/perubahan undang-undang, law making/ law reform) merupakan tahap pembuatan/perumusan (formulasi) undang-undang oleh badan legislatif (dapat disebut tahap legislasi). Menurut Barda Nawawi Arief, penegakan hukum in abstracto dilakukan melalui (proses legislasi/formulasi/pembuatan peraturan perundang-undangan) dilakukan melalui legislasi/formulasi/pembuatan peraturann perundang-undangan. Proses legislasi/formulasi ini merupakan awal yang sangat strategis dari proses penegakan hukum in concreto.
SPHP yang ada pada saat ini belum integral secara in abstracto (law making and law reform) pada tahap proses pembuatan produk perundang-undangan. Karena belum adanya keterjalinan erat atau satu kesatuan sari sub-sistem (komponen) sistem norma/subtansi hukum pidana yang integral meliputi hukum pidana materiel, hukum pidana formal, dan hukum pelaksanaan pidana yang seharusnya integrated legal system atau integrated legal substance.
2) Penegakan Hukum Pidana In Concreto
Penegakan hukum pidana in concreto terdiri dari:
a) Tahap penerapan/aplikasi (penyidikan)
b) Tahap pelaksanaan undang-undang oleh aparat penegak hukum, yang dapat disebut tahap judisial dan tahap eksekusi.
Penegakan hukum pidana in concreto, pada hakikatnya merupakan proses penjatuhan pidana atau proses pemidanaan. Proses pemidanaan itu sendiri merupakan proses penegakan hukum pidana dalam rangka menegakkan kebenaran dan keadilan. kedua tahap itu merupakan aspek-aspek atau titik krusial dari penanganan dan penindakan suatu perkara pidana karena penegakan hukum pidana akan diwarnai sebagai berikut:
a) Masalah permainan kotor (perbuatan uang suap dan perbuatan tercela lainnya).
b) Masalah optimalisasi pendekatan keilmuan (scientific culture/approach) dalam penegakan hukum.
Penegakan hukum pidana pada tahap in concreto (tahap aplikasi) juga masih dipengaruhi oleh kebiasaan/budaya permainan kotor dan jalan pintas yang dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum yang korup dan kolutif dengan pelaku tindak pidana. Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa istilah permainan kotor lebih mengena dari pada mafia peradilan, karena hanya memberi kesan pada bentuk-bentuk perbuatan tercela yang terjadi selama proses pengadilan, padahal tidak sedikit keluhan masyarakat yang menjadi objek pemerasan dan perbuatan tercela/permainan kotor lainnya sebelum proses perkaranya dilimpahkan ke pengadilan.
Penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun arti materiil yang luas, sebagai pedoman prilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.[5]
Masalah Penegakan Hukum merupakan masalah yang rumit dikarenakan oleh sejumlah faktor yang mempengaruhi seperti :
a) Isi peraturan perundang-undangan;
b) Kelompok kepentingan dalam masyarakat;
c) Budaya hukum; serta
d) Moralitas para penegak hukum yang terlibat dalam proses peradilan.[6]
Oleh karena itu penegakan hukum akan bertukar aksi dengan lingkungannya, yang bisa disebut sebagai pertukaran aksi dengan unsur manusia, sosial budaya, politik dan lain sebagainya. Untuk itu dalam menegakkan hukum ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa fungsi penegakan hukum adalah untuk mengaktualisasikan aturan-aturan hukum agar sesuai dengan yang dicita-citakan oleh hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap atau tingkah laku manusia sesuai dengan bingkai (frame work) yang telah ditetapkan oleh suatu undang-undang atau hukum.
Untuk menegakkan hukum pidana harus melalui beberapa tahap yang dilihat sebagai suatu usaha atau proses rasional yang sengaja direncakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang merupakan suatu jalinan mata rantai aktifitas yang tidak termasuk bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan.[7]
Tahap-tahap tersebut adalah :
a. Tahap Formulasi
Adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat undang-undang yang melakukan kegiatan memilih nilai nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut dengan tahap kebijakan legislatif.
b. Tahap Aplikasi
Adalah tahap penegakan hukum pidana (tahap penegakan hukum pidana) oleh aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai kepengadilan atau pemeriksaan dihadapan persidangan. Dengan demikian aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang, dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut tahap yudikatif.
c. Tahap Eksekusi
Adalah tahap penegakan hukum (pelaksanaan hukum) secara konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana pada tahap ini aparat penegak hukum pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh badan pembentuk undang-undang melalui penerapann pidana yang ditetapkan oleh pengadilan. Dengan demikian proses pelaksanaan pemidanaan yang telah ditetapkan dalam putusan pengadilan. Aparat-aparat pidana itu dalam melaksanakan tugasnya harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang dan nilai guna dan keadilan.
[1] Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, 1987, hlm 15
[2] Peter Mahmud, Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum. Kencana Prenada. Jakarta. 2012. hlm.15
[3] Andi Hamzah, Asas-asas Penting dalam Hukum Acara Pidana, Surabaya, FH Universitas
2005, hlm. 2.
[4] Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Rajawali,
1983, hlm. 24.
[5] Abidin, Farid zainal, Asas-Asas Hukum Pidana. Sinar grafika. Jakarta 2007. hlm.35
[6] Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, 1987, hlm 20
[7] Andi Hamzah, Masalah Penegakan Hukum Pidana, Jakarta, 1994, hlm 21
Ilustrasi Hukum Pidana
Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan-keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan.[1]
Penegakan hukum pidana adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang kedilan dalam hukum pidana dalam kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan hukum dalam kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan hukum dalam setiap hubungan hukum.[2]
Menurut Andi Hamzah, istilah penegakan hukum sering disalah artikan seakan-akan hanya bergerak di bidang hukum pidana atau di bidang represif. Istilah penegakan hukum disini meliputi baik yang represif maupun yang preventif. Jadi kurang lebih maknanya sama dengan istilah Belanda rechtshanhaving. Berbeda dengan istilah law enforcement, yang sekarang diberi makna represif, sedangkan yang preventif berupa pemberian informasi, persuasive, dan petunjuk disebut law compliance, yang berarti pemenuhan dan penataan hukum. Oleh karena itu lebih tepat jika dipakai istilah penanganan hukum atau pengendalian hukum.[3]
Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi kenyataan. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, secara konsepsional, maka inti dari arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang dijabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.[4]
Penegakan hukum pidana terdiri dari dua tahap inti yaitu:
1) Penegakan Hukum Pidana In Abstracto
Penegakan hukum pidana in abstracto merupakan tahap pembuatan/perumusan (Tahap Formulasi) sudah berakhir saat diundangkannya suatu peraturan perundang-undangan. Tahap legislasi/formulasi dilanjutkan ke tahap aplikasi dan tahap eksekusi. Dalam ketentuan perundang-undangan itu harus diketahui tiga masalah pokok hukum pidana yang berupa, yaitu:
a) Tindak pidana (strafbaar feit/criminal act/actus reus)
b) Kesalahan (schuld/guit/mens rea)
c) Pidana (straf/punishment/poena)
Penegakan Hukum Pidana (PHP) merupakan bagian (sub-sistem) dari keseluruhan sistem/kebijakan penegakan hukum nasional, yang pada dasarnya juga merupakan bagian dari sistem/kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan hukum pidana (penal policy), baik dalam arti PHP in abstracto dan in concreto, merupakan bagian dari keseluruhan kebijakan sistem (penegakan) hukum nasional dan merupakan bagian dari upaya menunjang kebijakan pembangunan nasional (national development policy).
Sistem Penegakan Hukum Pidana (SPHP) yang integral perlu dilihat secara in abstracto (law making and law reform) karena PHP in abstracto (pembuatan/perubahan undang-undang, law making/ law reform) merupakan tahap pembuatan/perumusan (formulasi) undang-undang oleh badan legislatif (dapat disebut tahap legislasi). Menurut Barda Nawawi Arief, penegakan hukum in abstracto dilakukan melalui (proses legislasi/formulasi/pembuatan peraturan perundang-undangan) dilakukan melalui legislasi/formulasi/pembuatan peraturann perundang-undangan. Proses legislasi/formulasi ini merupakan awal yang sangat strategis dari proses penegakan hukum in concreto.
SPHP yang ada pada saat ini belum integral secara in abstracto (law making and law reform) pada tahap proses pembuatan produk perundang-undangan. Karena belum adanya keterjalinan erat atau satu kesatuan sari sub-sistem (komponen) sistem norma/subtansi hukum pidana yang integral meliputi hukum pidana materiel, hukum pidana formal, dan hukum pelaksanaan pidana yang seharusnya integrated legal system atau integrated legal substance.
2) Penegakan Hukum Pidana In Concreto
Penegakan hukum pidana in concreto terdiri dari:
a) Tahap penerapan/aplikasi (penyidikan)
b) Tahap pelaksanaan undang-undang oleh aparat penegak hukum, yang dapat disebut tahap judisial dan tahap eksekusi.
Penegakan hukum pidana in concreto, pada hakikatnya merupakan proses penjatuhan pidana atau proses pemidanaan. Proses pemidanaan itu sendiri merupakan proses penegakan hukum pidana dalam rangka menegakkan kebenaran dan keadilan. kedua tahap itu merupakan aspek-aspek atau titik krusial dari penanganan dan penindakan suatu perkara pidana karena penegakan hukum pidana akan diwarnai sebagai berikut:
a) Masalah permainan kotor (perbuatan uang suap dan perbuatan tercela lainnya).
b) Masalah optimalisasi pendekatan keilmuan (scientific culture/approach) dalam penegakan hukum.
Penegakan hukum pidana pada tahap in concreto (tahap aplikasi) juga masih dipengaruhi oleh kebiasaan/budaya permainan kotor dan jalan pintas yang dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum yang korup dan kolutif dengan pelaku tindak pidana. Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa istilah permainan kotor lebih mengena dari pada mafia peradilan, karena hanya memberi kesan pada bentuk-bentuk perbuatan tercela yang terjadi selama proses pengadilan, padahal tidak sedikit keluhan masyarakat yang menjadi objek pemerasan dan perbuatan tercela/permainan kotor lainnya sebelum proses perkaranya dilimpahkan ke pengadilan.
Penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun arti materiil yang luas, sebagai pedoman prilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.[5]
Masalah Penegakan Hukum merupakan masalah yang rumit dikarenakan oleh sejumlah faktor yang mempengaruhi seperti :
a) Isi peraturan perundang-undangan;
b) Kelompok kepentingan dalam masyarakat;
c) Budaya hukum; serta
d) Moralitas para penegak hukum yang terlibat dalam proses peradilan.[6]
Oleh karena itu penegakan hukum akan bertukar aksi dengan lingkungannya, yang bisa disebut sebagai pertukaran aksi dengan unsur manusia, sosial budaya, politik dan lain sebagainya. Untuk itu dalam menegakkan hukum ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa fungsi penegakan hukum adalah untuk mengaktualisasikan aturan-aturan hukum agar sesuai dengan yang dicita-citakan oleh hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap atau tingkah laku manusia sesuai dengan bingkai (frame work) yang telah ditetapkan oleh suatu undang-undang atau hukum.
Untuk menegakkan hukum pidana harus melalui beberapa tahap yang dilihat sebagai suatu usaha atau proses rasional yang sengaja direncakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang merupakan suatu jalinan mata rantai aktifitas yang tidak termasuk bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan.[7]
Tahap-tahap tersebut adalah :
a. Tahap Formulasi
Adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat undang-undang yang melakukan kegiatan memilih nilai nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut dengan tahap kebijakan legislatif.
b. Tahap Aplikasi
Adalah tahap penegakan hukum pidana (tahap penegakan hukum pidana) oleh aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai kepengadilan atau pemeriksaan dihadapan persidangan. Dengan demikian aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang, dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut tahap yudikatif.
c. Tahap Eksekusi
Adalah tahap penegakan hukum (pelaksanaan hukum) secara konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana pada tahap ini aparat penegak hukum pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh badan pembentuk undang-undang melalui penerapann pidana yang ditetapkan oleh pengadilan. Dengan demikian proses pelaksanaan pemidanaan yang telah ditetapkan dalam putusan pengadilan. Aparat-aparat pidana itu dalam melaksanakan tugasnya harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang dan nilai guna dan keadilan.
[1] Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, 1987, hlm 15
[2] Peter Mahmud, Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum. Kencana Prenada. Jakarta. 2012. hlm.15
[3] Andi Hamzah, Asas-asas Penting dalam Hukum Acara Pidana, Surabaya, FH Universitas
2005, hlm. 2.
[4] Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Rajawali,
1983, hlm. 24.
[5] Abidin, Farid zainal, Asas-Asas Hukum Pidana. Sinar grafika. Jakarta 2007. hlm.35
[6] Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, 1987, hlm 20
[7] Andi Hamzah, Masalah Penegakan Hukum Pidana, Jakarta, 1994, hlm 21
Tags
Law