"Semakin banyak yang dipelajari, semakin banyak yang tidak dimengerti"
Saya mengamini kalimat di atas sebagai sebuah realita yang ada dalam diri saya. Dulu dalam benak pikiran saya sempat mengira apabila kita banyak mempelajari suatu hal, maka pengetahuan akan suatu hal itu akan bertambah. Namun, demikian adanya setelah saya mencoba untuk fokus terhadap suatu hal dan saya coba dalami satu persatu, justru saya merasa jika selama ini malah banyak tidak tahunya. Banyak hal yang ternyata tidak saya ketahui. Banyak hal-hal baru bermunculan yang tidak diketahui.
Saya teringat ucapan seorang dosen yang kala itu mengajar di kelas yang saya tempuh mata kuliahnya. Ia berkata, "Seorang yang berilmu akan menemui banyak hal yang tidak ia ketahui, semakin banyak yang didalami, semakin banyak pula yang tidak ia mengerti." Kalimat inilah yang kemudian benar-benar terjadi pada saya saat ini. Saya orang yang miskin ilmu dan mencoba untuk mendalami ilmu itu dengan tekun hingga tiba saatnya saya menjadi bingung. Bingung dengan apa yang telah saya pelajari. Rasa-rasanya memang aneh, seharusnya dengan apa yang telah saya lakukan saya mendapatkan pemahaman yang lebih kompleks. Tapi begitulah adanya, saya merasa seperti orang yang bodoh.
Saya merasa seperti dihempas oleh angin, sesak di dada oleh karena kefakiran ilmu saya. Saya membayangkan apa yang telah saya dapatkan hari ini, nyatanya tidak ada apa-apanya dibandikan ilmu yang dimiliki orang lain. Serasa menjadi seorang pengecut diantara kelompok orang-orang yang cerdas. Saya bersyukur Tuhan telah mengingatkan saya. Dalam posisi ini saya membayangkan bagaimana kerasnya perjuangan orang-orang yang menempuh ilmu seperti para guru, dosen, peneliti dan lain sebagainya. Perlu kiranya kita apresiasi ilmu yang mereka miliki yaitu dengan cara belajar daripada mereka. Belajar dari proses yang telah mereka tempuh untuk mendapatkan ilmu.
Saya mengubah paradigma terhadap suatu hal menjadi sebuah tujuan dan momentum yang dinamis. Tidak lagi menjadi sebuah pakem yang stagnan di sisi yang sama. Pemahaman akan sebuah pengetahuan memang akan membuat kita terlena terhadap hal-hal kecil lain. Bisa jadi apa yang kita pelajari sekarang ini hanyalah secuil dari keseluruhan ilmu pengetahuan yang ada, atau bahkan lebih sedikit dari itu. Kemudian kita belajar menempatkan diri di posisi yang sesuai dengan kemampuan kita. Banyak orang yang tidak menyadari hal ini sehingga ia malah merasa tertekan di posisinya daat ini. Ibarat ikan yang terdampar di daratan padahal semestinya ia hidup di habitatnya yaitu lautan.
Saya tidak menyadari akan ketidakcakapan saya terhadap ilmu yang saya miliki. Kita memang harus realistis dengan apa yang dimiliki. Jangan berharap memanen tebu jika yang ditanam adalah padi, mungkin seperti itu analoginya. Hanya jika anda memiliki dorongan yang kuat untuk berada di posisi yang lebih tinggi dari porsi anda, maka jangan ragu. Tetapi jika anda mencoba realistis dengan pilihan yang ada itu juga keputusan yang baik. Jika anda justru merendah, maka jangan berkecil hati. Seyogyanya kita memiliki porsi-porsi ideal sesuai kemampuan masing-masing. Jangan terlalu terbebani dengan apa yang telah dimiliki orang lain.
Memang benar kiranya jika ilmu semakin banyak dipahami membuat kita semakin sukar untuk mengerti. Inilah proses untuk mempelajari ilmu itu. Dengan merasa bahwa ilmu yang kita milikki ini masih kurang, menjadikan kita sebagai seorang yang haus akan ilmu pengetahuan. Terpaan akan datang silih berganti, itulah proses medewasakan diri terutama akal dan pikiran kita. Seperti kalimat yang pernah dikatakan oleh Tan Malaka, "Terbentur, terbentur dan terbentuk", kita perlu dibentuk melalui benturan-benturan ilmu. Dengan kita belajar sedikit demi sedikit, meskipun dengan proses yang lama, tapi kita akan menuai hasil yang belum pernah kita bayangkan sebelumnya. Hingga kita mengerti arti dari masing-masing ilmu yang telah dipelajari.
Tags
Opini