Semua hubungan dalam masyarakat tidak mungkin di lepaskan dari hukum. Oleh karena itu Hubungan hukum ialah hubungan antara dua atau lebih subyek hukum.
Menurut Soeroso, pada prinsipnya hukum mengatur hubungan antara orang satu dengan yang lainnya. Semua hubungan dalam masyarakat tidak mungkin di lepaskan dari hukum. Oleh karena itu Hubungan hukum ialah hubungan antara dua atau lebih subyek hukum. Dalam hubungan hukum ini hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban yang lain (Soeroso, 2005: 269).
Menurut Ishaq, Hubungan hukum adalah setiap hubungan yang terjadi antara dua subyek hukum atau lebih di mana hak dan kewajiban di satu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban di pihak lain (Ishaq, 2008: 84).
Berdasarkan definisi tersebut, pada dasarnya hukum memiliki dua segi, yaitu segi kekuasaan/kewenangan atau hak (bevoegheid) dan segi kewajiban (plicht). Hak dan kewajiban ini timbul akibat adanya suatu peristiwa yang diatur oleh hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal 1457 KUH Perdata tentang perikatan (verbintenis), yang timbul akibat adanya suatu perjanjian (overeenkomst).
A menjual tanah kepada B. Perjanjian ini menimbulkan hubungan antara A dan B yang diatur oleh hukum. A wajib menyerahkan tanah kepada B, dan B wajib membayar harga tanah kepada A serta berhak meminta tanah kepada A. Seandainya salah satu pihak tidak mengindahkan kewajibannya, maka pihak yang dirugikan itu dapat mengajukan gugatan ke pengadilan, dan hakim akan menjatuhkan sanksi hukum. Hubungan A dan B yang diatur oleh hukum seperti demikianlah yang dinamakan hubungan hukum atau rechtsbetrekking.
Ciri Adanya Hubungan HukumUntuk memahami lebih jernih tentang hubungan hukum, maka perlu disampaikan bahwa hubungan hukum itu setidaknya mempunyai tiga unsur sebagai cirinya, yaitu :
Adanya orang-orang yang hak atau kewajibannya saling berhadapan.
Contoh :
Made menjual tanah kepada Ketut.
Made wajib menyerahkan tanahnya kepada Ketut.
Made berhak meminta pembayarannya kepada Ketut.
Ketut wajib membayarnya kepada Made.
Ketut berhak meminta tanah Made setelah dibayar.
Adanya obyek yang berlaku berdasarkan hak dan kewajiban (dalam contoh di atas objeknya adalah tanah)
Adanya hubungan antara pemilik hak dan pengemban kewajiban, atau adanya hubungan terhadap objek yang bersangkutan.
Contoh :
Made dan Ketut mengadakan hubungan jual beli tanah. Made dan Ketut sebagai pemegang hak dan pengemban kewajiban. Sedangkan tanah adalah objek yang dijadikan dasar untuk Made dan Ketut mengadakan hubungan hukum.
Syarat Hubungan HukumUntuk mewujudkan suatu hubungan hukum, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
harus ada dasar hukumnya, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum tersebut, dan
harus menimbulkan peristiwa hukum
Contoh :
Made dan Ketut mengadakan perjanjian jual beli tanah. Dasar hukumnya adalah Pasal 1474 dan Pasal 1513 KUH Perdata.
Pasal 1474 KUH Perdata berbunyi :
Ia mempunyai dua kewajiban utama, yaitu menyerahkan barangnya dan menanggungnya.
Pasal 1513 KUH Perdata berbunyi :
Kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga pembelian, pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian
Berdasarkan contoh tersebut, tampak adanya suatu perjanjian jual beli. Dari perjanjiang adanya perjanjian jual beli itu, timbul peristiwa hukum (jual beli), yaitu suatu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum.
Jenis-Jenis Hubungan HukumUntuk memahami lebih lanjut mengenai jenis-jenis hubungan hukum, dapat dilihat dari sudut kedudukan subyek hukum yang melakukan hubungan hukum dan sifat hubungan antar subyek hukum.
Dilihat dari sudut pandang kedudukan subyek hukum yang melakukan hubungan hukum, maka hubungan hukum itu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
Hubungan yang sederajat (nebeneinander)
Hubungan hukum yang sederajat tidak hanya terdapat dalam hukum perdata saja (misalnya jual beli), tetapi juga dalam hukum kenegaraan dan internasional (negara dengan negara).
Hubungan Beda derajat (nacheinander)
Hubungan hukum yang berbeda derajat tidak hanya terdapat dalam hukum negara (penguasan dengan warga), tetapi juga dalam hukum keluarga (orang tua dengan anak)
Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang sifat hubungannya, hubungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
Hubungan Timbal Balik
Disebut timbal balik karena para pihak yang berhubungan sama-sama mempunyai hak dan kewajiban. Pada hubungan timpang, salah satu pihak hanya mempunyai hak, sedangkan pihak lain hanya mempunyai kewajiban.
Hubungan Timpang
Pada hubungan timpang, salah satu pihak hanya mempunyai hak, sedangkan pihak lain hanya mempunyai kewajiban.
Dari penjabaran tersebut, maka secara umum hubungan hukum dapat dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu :
Hubungan hukum bersegi satu (eenzijdige rechtsbetrekkingen)
Dalam hal hubungan hukum yang bersegi satu hanya satu pihak yang berwenang. Pihak lain hanya berkewajiban. Jadi dalam hubungan hukum yang bersegi satu hanya ada satu pihak saja berupaya memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUH Perdata)
Misalnya :
Tiap perikatan untuk memberikan sesuatu diatur dalam Pasal 1235 s/d 1238 KUH Perdata
Pasal 1235 KUH Perdata, berbunyi "dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai bapak rumah yang baik, sampai pada saat penyerahan.
Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas terhadap persetujuan-persetujuan tertentu, yang akibatnya mengenai hal ini akan ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan"
Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu diatur dalam Pasal 1239 s/d 1242 KUH Perdata
Pasal 1239 KUH Perdata berbunyi :
"Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban penggantian biaya, rugi dan bunga".
Hubungan hukum bersegi dua (tweezijdige rechtsbetrekkingen)
Contoh :
Dalam suatu perjanjian jual-beli kedua belah pihak (masing-masing) berwenang/berhak meminta sesuatu dari pihak lain. Tetapi sebaliknya kedua belah pihak (masing-masing) juga berkewajiban untuk memberi sesuatu pada pihak yang lain (Pasal 1457 KUH Perdata)
Hubungan antara "satu" subyek hukum dengan "semua" subyek hukum lainnya
Selain hubungan hukum bersegi satu dan bersegi dua di atas, acapkali masih ada hubungan antara subyek hukum dengan subyek hukum lainnya. Hubungan ini terdapat dalam hal "eigendomsrecht" (hak milik)
Contoh :
Menurut Pasal 570 KUH Perdata, yang menjadi pemilik tanah berhak/berwenang memungut segala kenikmatan (genot) dari tanah itu, asal saja pemungutan kenikmatan itu tidak dilakukan secara bertentangan dengan peraturan hukum atau bertentangan dengan kepentingan umum. Pemilik berhak pula memindah-tangankan atau vervreemden (menjual, memberikan, menukar, mewariskan) secara legal.
sebaliknya "semua" subyek hukum lainnya berkewajiban mengakui bahwa yang mempunyai tanah adalah pemiliknya dan berhak memungut segala kenikmatan dari tanah itu.
Daftar Referensi
Ishaq. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Cet. I. Sinar Grafika, Jakarta.
R. Soeroso. 2005. Pengantar Ilmu Hukum. Cet. VII. Sinar Grafika, Jakarta.
Menurut Soeroso, pada prinsipnya hukum mengatur hubungan antara orang satu dengan yang lainnya. Semua hubungan dalam masyarakat tidak mungkin di lepaskan dari hukum. Oleh karena itu Hubungan hukum ialah hubungan antara dua atau lebih subyek hukum. Dalam hubungan hukum ini hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban yang lain (Soeroso, 2005: 269).
Menurut Ishaq, Hubungan hukum adalah setiap hubungan yang terjadi antara dua subyek hukum atau lebih di mana hak dan kewajiban di satu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban di pihak lain (Ishaq, 2008: 84).
Berdasarkan definisi tersebut, pada dasarnya hukum memiliki dua segi, yaitu segi kekuasaan/kewenangan atau hak (bevoegheid) dan segi kewajiban (plicht). Hak dan kewajiban ini timbul akibat adanya suatu peristiwa yang diatur oleh hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal 1457 KUH Perdata tentang perikatan (verbintenis), yang timbul akibat adanya suatu perjanjian (overeenkomst).
A menjual tanah kepada B. Perjanjian ini menimbulkan hubungan antara A dan B yang diatur oleh hukum. A wajib menyerahkan tanah kepada B, dan B wajib membayar harga tanah kepada A serta berhak meminta tanah kepada A. Seandainya salah satu pihak tidak mengindahkan kewajibannya, maka pihak yang dirugikan itu dapat mengajukan gugatan ke pengadilan, dan hakim akan menjatuhkan sanksi hukum. Hubungan A dan B yang diatur oleh hukum seperti demikianlah yang dinamakan hubungan hukum atau rechtsbetrekking.
Ciri Adanya Hubungan HukumUntuk memahami lebih jernih tentang hubungan hukum, maka perlu disampaikan bahwa hubungan hukum itu setidaknya mempunyai tiga unsur sebagai cirinya, yaitu :
Adanya orang-orang yang hak atau kewajibannya saling berhadapan.
Contoh :
Made menjual tanah kepada Ketut.
Made wajib menyerahkan tanahnya kepada Ketut.
Made berhak meminta pembayarannya kepada Ketut.
Ketut wajib membayarnya kepada Made.
Ketut berhak meminta tanah Made setelah dibayar.
Adanya obyek yang berlaku berdasarkan hak dan kewajiban (dalam contoh di atas objeknya adalah tanah)
Adanya hubungan antara pemilik hak dan pengemban kewajiban, atau adanya hubungan terhadap objek yang bersangkutan.
Contoh :
Made dan Ketut mengadakan hubungan jual beli tanah. Made dan Ketut sebagai pemegang hak dan pengemban kewajiban. Sedangkan tanah adalah objek yang dijadikan dasar untuk Made dan Ketut mengadakan hubungan hukum.
Syarat Hubungan HukumUntuk mewujudkan suatu hubungan hukum, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
harus ada dasar hukumnya, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum tersebut, dan
harus menimbulkan peristiwa hukum
Contoh :
Made dan Ketut mengadakan perjanjian jual beli tanah. Dasar hukumnya adalah Pasal 1474 dan Pasal 1513 KUH Perdata.
Pasal 1474 KUH Perdata berbunyi :
Ia mempunyai dua kewajiban utama, yaitu menyerahkan barangnya dan menanggungnya.
Pasal 1513 KUH Perdata berbunyi :
Kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga pembelian, pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian
Berdasarkan contoh tersebut, tampak adanya suatu perjanjian jual beli. Dari perjanjiang adanya perjanjian jual beli itu, timbul peristiwa hukum (jual beli), yaitu suatu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum.
Jenis-Jenis Hubungan HukumUntuk memahami lebih lanjut mengenai jenis-jenis hubungan hukum, dapat dilihat dari sudut kedudukan subyek hukum yang melakukan hubungan hukum dan sifat hubungan antar subyek hukum.
Dilihat dari sudut pandang kedudukan subyek hukum yang melakukan hubungan hukum, maka hubungan hukum itu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
Hubungan yang sederajat (nebeneinander)
Hubungan hukum yang sederajat tidak hanya terdapat dalam hukum perdata saja (misalnya jual beli), tetapi juga dalam hukum kenegaraan dan internasional (negara dengan negara).
Hubungan Beda derajat (nacheinander)
Hubungan hukum yang berbeda derajat tidak hanya terdapat dalam hukum negara (penguasan dengan warga), tetapi juga dalam hukum keluarga (orang tua dengan anak)
Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang sifat hubungannya, hubungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
Hubungan Timbal Balik
Disebut timbal balik karena para pihak yang berhubungan sama-sama mempunyai hak dan kewajiban. Pada hubungan timpang, salah satu pihak hanya mempunyai hak, sedangkan pihak lain hanya mempunyai kewajiban.
Hubungan Timpang
Pada hubungan timpang, salah satu pihak hanya mempunyai hak, sedangkan pihak lain hanya mempunyai kewajiban.
Dari penjabaran tersebut, maka secara umum hubungan hukum dapat dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu :
Hubungan hukum bersegi satu (eenzijdige rechtsbetrekkingen)
Dalam hal hubungan hukum yang bersegi satu hanya satu pihak yang berwenang. Pihak lain hanya berkewajiban. Jadi dalam hubungan hukum yang bersegi satu hanya ada satu pihak saja berupaya memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUH Perdata)
Misalnya :
Tiap perikatan untuk memberikan sesuatu diatur dalam Pasal 1235 s/d 1238 KUH Perdata
Pasal 1235 KUH Perdata, berbunyi "dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai bapak rumah yang baik, sampai pada saat penyerahan.
Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas terhadap persetujuan-persetujuan tertentu, yang akibatnya mengenai hal ini akan ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan"
Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu diatur dalam Pasal 1239 s/d 1242 KUH Perdata
Pasal 1239 KUH Perdata berbunyi :
"Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban penggantian biaya, rugi dan bunga".
Hubungan hukum bersegi dua (tweezijdige rechtsbetrekkingen)
Contoh :
Dalam suatu perjanjian jual-beli kedua belah pihak (masing-masing) berwenang/berhak meminta sesuatu dari pihak lain. Tetapi sebaliknya kedua belah pihak (masing-masing) juga berkewajiban untuk memberi sesuatu pada pihak yang lain (Pasal 1457 KUH Perdata)
Hubungan antara "satu" subyek hukum dengan "semua" subyek hukum lainnya
Selain hubungan hukum bersegi satu dan bersegi dua di atas, acapkali masih ada hubungan antara subyek hukum dengan subyek hukum lainnya. Hubungan ini terdapat dalam hal "eigendomsrecht" (hak milik)
Contoh :
Menurut Pasal 570 KUH Perdata, yang menjadi pemilik tanah berhak/berwenang memungut segala kenikmatan (genot) dari tanah itu, asal saja pemungutan kenikmatan itu tidak dilakukan secara bertentangan dengan peraturan hukum atau bertentangan dengan kepentingan umum. Pemilik berhak pula memindah-tangankan atau vervreemden (menjual, memberikan, menukar, mewariskan) secara legal.
sebaliknya "semua" subyek hukum lainnya berkewajiban mengakui bahwa yang mempunyai tanah adalah pemiliknya dan berhak memungut segala kenikmatan dari tanah itu.
Daftar Referensi
Ishaq. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Cet. I. Sinar Grafika, Jakarta.
R. Soeroso. 2005. Pengantar Ilmu Hukum. Cet. VII. Sinar Grafika, Jakarta.
Tags
Law